Senin, 18 April 2011

KEHIDUPAN SEORANG PEMIKAT MB DI ACEH

Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu wilayah yang sangat dominan dalam memasok kebutuhan terhadap burung Murai Batu (MB) di tanah air. Di era 80 dan 90an, banyak hobbies MB hanya mengenal Medan sebagai wilayah yang sangat menonjol sebagai pemasok MB-MB dengan kualitas hebat.
Seiring dengan berjalannya waktu, MB-MB dari Nanggroe Aceh Darussalam ternyata telah membuka mata dan telinga para hobbies dan juga minat mereka untuk memilikinya.

Bermula dari adanya konflik berkepanjangan antara Pemerintah Pusat dengan Nanggroe Aceh Darussalam, sehingga Pusat terpaksa mengirim mesin-mesin perangnya ke wilayah tersebut.
Di antara personal yang dikirim ke Nanggroe Aceh Darussalam, ada sebagian kecil yang merupakan hobbies burung berkicau. Mengetahui Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu surga bagi burung-burung berkicau, banyak di antara hobbies ini, menjadikan burung berkicau sebagai buah tangan dan juga koleksi pribadi setelah mereka menyelesaikan Tour Of Duty mereka di wilayah konflik.

Tsunami yang pernah melanda Nanggroe Aceh Darussalam di akhir bulan Desember 2004, telah juga menjadikan Nanggroe Aceh Darussalam sebagai salah satu wilayah di Indonesia yang paling banyak dikunjungi orang, baik domestik maupun asing.
Selain untuk menyaksikan kedahsyatan bencana tsunami, banyak juga di antara mereka datang sebagai relawan kemanusiaan untuk membantu recovery Aceh pasca tsunami.
Adanya interaksi antara penduduk dan para pendatang, juga ikut mempromosikan tentang keberadaan burung-burung berkicau Aceh ke seluruh pelosok Indonesia dan juga dunia.

Di antara burung-burung berkicau yang paling digemari, Murai Batu adalah pilihan favorit mereka.
Keindahan, kemerduan dan eksotisme MB-MB Aceh, telah membius para hobbies burung berkicau yang singgah ke Aceh. Tiada kesan dan kenangan yang indah rasanya, tanpa membawa pulang MB-MB Aceh sebagai buah tangan ataupun koleksi bagi mereka.

Jika kita ingin membicarakan tentang MB-MB Aceh, maka kita juga tidak boleh melupakan keberadaan para pemikat yang merupakan salah satu mata rantai penting dalam keberadaan MB-MB tersebut di pasar lokal.
Sebagai ujung tombak dalam memasok kebutuhan akan MB, pemikat adalah pihak yang sagat vital sekali dalam menopang distribusi ataupun pasokan MB-MB hasil tangkapan mereka ke pasar-pasar yang tersebar di seluruh Aceh.

Kabupaten Aceh Besar adalah salah satu wilayah yang banyak memasok MB-MB hasil pikatan yang berkualitas untuk kebutuhan para hobbies yang berada di Banda Aceh. Selain karena letaknya yang berbatasan langsung dengan Banda Aceh, MB-MB Aceh Besar juga banyak yang menjadi rebutan bagi para hobbies yang ada di Nanggroe Aceh Darussalam.
Pasokan MB-MB Aceh Besar, sebagian datang dari daerah Indrapuri, Samahani, Seulimeum, Blang Bintang dan Jantho. Sedangkan yang lainnya datang dari wilayah Ie Suum, Keude Bieng dan Ujung Pancu.

Selain sebagai salah satu wilayah pasokan utama MB dari Aceh Besar yang diyakini masih memilki stok MB melimpah, Jantho juga dikenal sebagai Ibukota dari Kabupaten Aceh Besar. Salah seorang pemikat yang sangat dominan memasok MB-MB dari Jantho ke Banda Aceh adalah seorang pemuda asli daerah setempat yang bernama Hanif.
Penulis telah mengenal pemikat MB ini selama lebih dari 2 tahun, dan di awal bulan Desember 2007 yang lalu, bersama seorang maniak MB dari KM yang berinisial SH, penulis sempat berkunjung ke lokasi sang pemikat ini.

Ternyata kehidupan seorang pemikat, tak lebih dari kehidupan orang pedesaan secara umum.
Rumah sederhana berdinding papan dan beratapkan daun rumbia serta berlantai tanah adalah keseharian yang biasa dijumpai pada desa-desa terpencil di pedalaman Aceh.
Kenyataan ini pulalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari Hanif si pemikat MB tersebut.

Pekerjaan memikat MB adalah pekerjaan sampingan yang telah lebih dari 5 tahun dilakukan oleh Hanif. Karena pekerjaan utama dari Hanif adalah sebagai petani dan juga peladang.
Penghasilan yang dia terima dari memikat MB sebenarnya tidaklah terlalu besar, hanya cukup untuk mencukupi kebutuhan makan keluarganya sehari-hari.

Dalam memikat MB, Hanif cenderung meninggalkan pola lama yang masih menggunakan getah dari buah sukun sebagai sarana untuk mendapatkan MB.
Sekarang ini, dia telah menggunakan jaring atau pukat sebagai sarana untuk mendapatkan MB yang dipikatnya.
MB yang diperoleh dengan menggunakan jaring akan jauh lebih terjaga kualitas bulunya dibandingkan dengan menggunakan getah.
Jika bulu tetap terjaga, terutama bulu ekornya, maka MB yang terpikat dijamin bisa memilki harga jual yang tinggi dan akan menjadi rebutan para hobbies.

Jaring yang menyerupai pukat kecil adalah peralatan utama yang harus dibawa oleh Hanif jika dia ingin menangkap MB di dalam hutan. Selain itu, Hanif juga menggunakan seekor MB betina yang biasa dipakai sebagai MB pemikat.
Jarak rumah tinggalnya dengan hutan, sekitar 2 jam perjalanan dengan menggunakan sepeda motor tuanya. Biasanya Hanif memulai ritual perburuan MBnya di pagi hari dan baru kembali selang 1 atau 2 hari kemudian.
Untuk kebutuhan selama perburuan, Hanif biasanya menyediakan bekal makanan buat dirinya dan tak lupa menyiapkan ulat hongkong sebagai bekal bagi MB-MB yang berhasil dipikatnya.

Dalam sekali pikat, Hanif bisa mendapatkan 3 hingga 5 ekor MB dan waktu yang dibutuhkan untuk sekali pikat bisa 2 hingga 3 hari serta rentang wilayah hutan yang dijelajahinya bisa mencapai 10 KM.

Awal bulan April hingga bulan Oktober adalah musim anakan MB di kawasan Aceh Besar. Pada masa itu, biasanya Hanif akan mendapatkan penghasilan tambahan dari hasil pikatannya.
Jika seekor MB dewasa jantan hanya dihargai Rp. 100.000. hingga Rp. 120.000. oleh pengepul, maka seekor anakan MB jantan bisa dihargai sekitar Rp. 250.000.hingga Rp. 300.000.- oleh pengepul.
Lain halnya dengan MB-MB betina, harga jualnya yang terlalu rendah menyebabkan Hanif cenderung melepaskan kembali MB-MB betina ini ke alamnya jika didapat.

Itulah sekilas kehidupan dari seorang pemikat MB yang ada di Nanggroe Aceh Darussalam, semoga tulisan ini bisa menambah wawasan dan wacana bagi kita semua.

Om SH dan Hanif sedang berpose untuk kepentingan peliputan berita.

Hanif sedang memperagakan peralatan pikatnya,
di depan gubuk tua yang menjadi tempat tinggalnya.

Peragaan pemikatan dengan media jaring.

Latar belakang perbukitan yang menjadi lokasi habitat dari MB di kawasan Aceh Besar (HA).