Ciri-ciri:
Burung kecil ramping, dengan panjang total (diukur dari ujung paruh hingga ujung ekor) sekitar 10 cm. Hampir seluruh sisi atas badan berwarna coklat hijau-zaitun. Tenggorokan dan dada putih, perut dan pantat kekuningan. Sisi dada dan paha keabu-abuan. Ciri khas: sayap dengan dua garis putih, serta ekor panjang dengan ujung berwarna hitam dan putih. Paruh panjang runcing, sebelah atas berwarna kehitaman dan sebelah bawah kekuningan. Kaki langsing dan rapuh berwarna coklat kemerahan atau merah jambu.Jenis Kelamin:
Jantan bila dibedakan dari betina dengan ukuran tubuhnya yang lebih besar dan aktif berkicau. Ekor lebih panjang dan warna sayap yang lebih gelap .
Kebiasaan & Penyebaran:
Perenjak Jawa adalah burung endemik (menyebar terbatas) di wilayah Sumatra, Jawa dan Bali. Di Sumatra tidak jarang sampai ketinggian 900 m dpl, sedangkan di Jawa dan Bali umum sampai ketinggian 1.500 m dpl
Tingkat Kehidupan:
Setelah tahun-tahun itu, burung ini mulai banyak diburu orang untuk diperdagangkan terutama di Jawa. Apalagi burung ini mudah dijumpai di wilayah perkebunan dan memiliki keistimewaan mudah jinak. Sifat jinaknya membuat ia mudah ditangkap dengan cara dipikat yaitu memakai bantuan cermin di dalam sangkar. Burung yang tertarik dengan bayangannya sendiri akan terjebak di dalam sangkar.
Cara lain adalah dengan memasang jerat atau rajut di sekitar sarangnya, atau dengan perangkap getah (pulut) pada tempat-tempat tidurnya di waktu malam. Para penangkap burung yang terampil, bahkan, kerap hanya bermodalkan senter, kehati-hatian dan kecepatan tangan menangkap burung yang tidur di malam hari.
Sayang sekali burung ini mudah stres dan mati dalam pemeliharaan, terutama apabila yang ditangkap adalah burung dewasa. Belum lagi jika pemeliharanya tidak berpengalaman. Namun ini agaknya tidak menyurutkan minat para penangkap burung untuk terus memburunya.
Sampai sekarang, burung ini belum berhasil dibiakkan dalam tangkaran. Dan para penggemar burung masih bergantung pada tangkapan dari alam.Eksploitasi yang berlebihan ini segera terlihat akibatnya. Di wilayah-wilayah tertentu seperti di pinggiran Jakarta dan Bogor, di mana burung ini melimpah sebelum tahun ‘90an, kini seolah ‘kehabisan stok’.
Perenjak Jawa semakin jarang terlihat di taman-taman, dan hadir terbatas di tempat-tempat tertentu yang masih dekat hutan.Dalam pemeliharaan biasanya burung ini sering diberi makanan berupa kroto (tempayak dan anak semut rangrang), ulat hongkong, serta pelet (voer).