Penghentian Perburuan Enggang
Perburuan burung enggang jenis paruh kuning di pedalaman Aceh Selatan yang belakangan ini terjadi semakin marak, agar segera dihentikan. Demikian disampaikan Kepala Balai Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Aceh Selatan, Ir Rusman, kepada Analisa di Tapaktuan, Senin (18/2), sehubungan adanya laporan tentang aksi perburuan hewan langka itu di sejumlah kawasan di pedalaman kabupaten ini.
"Tindakan itu sama sekali tidak dapat dibenarkan, karena burung enggang paruh merah-kuning itu adalah salah satu hewan yang dilindungi," katanya.
Sebagaimana dilaporkan warga setempat, kawasan hutan pegunungan Kukusan Meunggamat Kluet Tengah Aceh Selatan dan sekitarnya menjadi lokasi perburuan burung langka itu dengan cara melumpuhkan dengan menggunakan senapan angin.
Salah satu bukti maraknya perburuan burung tersebut yakni meningkatnya pembelian senapan angin kaliber sembilan mm yang diperkirakan mampu menembus kulit burung tersebut.
Tindakan perburuan itu menyalahi Undang-Undang (UU) No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Hutan serta UU No 41/1999 tentang Kehutanan yang dapat dikenakan sanksi hukum yang berat.
Pemicu terjadinya aksi perburuan tersebut karena harga burung tersebut mencapai Rp1-2 juta/ekor setelah sejumlah cukong dan pedagang penampung dari Medan (Sumut) menawarkan penjualan burung langka dan dilindungi tersebut.
Beberapa pegiat LSM di Aceh Selatan antara lain, Koordinator LSM LIbas Meyfendri dan Ketua YGHL Aceh Selatan Sarbunis menyesalkan aksi perburuan hewan dilindungi itu karena akan merugikan eksosistem alam apalagi di buru di TNGL.
"Aparat berwenang harus menangkap pelakunya dan proses secara hukum yang berlaku yakni UU No 5/1990," kata keduanya secara terpisah di Tapaktuan, Senin (18/2).
Menurut meraka, aksi perburuan di Aceh Selatan belakangan ini bukan hanya terhadap burung enggang, melainkan landak dan tringgiling setelah sebelumnya juga berlangsung perburuan di Danau Laut Bangko Kecamatan Bakongan Aceh Selatan atas penyu danau dan air tawar.