Hama tikus sejak tahun 60an memang meresahkan petani Tlogoweru. Dengan dikembangkannya burung predator tersebut, terselesaikan sudah masalah hama tersebut.Menurut Sutejo, Kepala Desa Tlogoweru, jika selama ini terdapat 40 persen kerusakan tanaman padi disebabkan oleh hama tikus, kini kerusakan hanya tinggal 2 persen. Dan kerusakan tanaman jagung 60 persen, kini tinggal 4 persen.
Dengan areal 225 hektare berupa lahan pertanian, warga Tlogoweru memakai pola tanam padi dan palawija (jagung), dengan hasil produksi padi sebesar 8 ton/hektare dan jagung 8 ton/hektare.
Keberhasilan itu berkat warga desa yang membudidayakan tyto alba, yakni burung malam dengan memberi habitat baru berupa rubuha (rumah burung hantu) yakni semacam pagupon burung dara yang ditempatkan di tengah persawahan, "Burung-burung hantu itu kalau malam hari menyambar ratusan ekor tikus yang merusak tanaman kami," kata Sutejo, Selasa (20/11).
Kini di areal ladang terdapat 70 rubuha, dengan ratusan burung tyto alba yang beranak pinak selama 1,5 tahun terakhir ini. "Burung-burung itu hanya mau makan tikus, binatang lain seperti unggas tidak dimangsa. Itu sebabnya, kami juga sediakan karantina semacam laboratorium untuk meneliti tyto alba," kata Sutejo.Untuk memulai pengembangan burung hantu sebagain predator hama tikus ini, Sutejo hanya bermodal Rp 100 juta yang diambil dari swadaya masyarakat. -SuaraMerdeka