Usaha-usaha untuk melarang secara total kegiatan pertanian tradisional yang tidak intensif dalam sebuah taman nasional di Indonesia yang merupakan benteng untuk spesies kakaktua Maluku yang terancam punah dapat memberi dampak negatif kepada spesies yang semestinya dilindungi oleh taman tersebut, demikian indikasi dari sebuah penelitian CIFOR yang sedang berlangsung.
“Sampai tingkat tertentu, tampaknya burung kakaktua Maluku bergantung pada hutan yang telah dimodifikasi manusia seperti hutan kebun campuran dan hutan damar yang terdapat di dalam Taman Nasional Manusela. Bila larangan penuh terhadap praktik-praktik pertanian tradisional diberlakukan, larangan ini sebenarnya dapat merugikan populasi burung kakaktua tersebut,” kata Masatoshi Sasaoka, seorang peneliti pasca-doktoral CIFOR yang telah melakukan penelitian lapangan di sebuah komunitas dataran tinggi di Seram tengah di dekat taman tersebut sejak tahun 2003.
Kakaktua berjambul salem (Cacatua moluccensis) ini endemik di kepulauan Maluku tengah di bagian timur Indonesia. Populasi liar berjumlah 60.000 ekor burung masih dapat ditemukan di Pulau Seram. Burung kakaktua berjambul mengembang ini, yang gambarnya muncul di logo Taman Manusela, menarik perhatian pengamat burung dari seluruh dunia.
“Sebagaimana dapat kita lihat– burung kakaktua ini dilahirkan sebagai suatu spesies yang memiliki nilai konservasi tinggi yang menarik perhatian banyak orang,” kata Sasaoka ketika menghadiri Kongres ke-13 International Society of Ethnobiology di Montpellier, Perancis, pada bulan Mei lalu.
Meskipun berbagai kegiatan pertanian yang berlangsung dalam taman nasional tersebut selama ini dianggap sebagai ancaman potensial terhadap keanekaragaman hayati dan telah dilarang oleh otoritas pengelola taman nasional Indonesia, sekitar 1.500 penduduk desa yang tinggal di daerah pegunungan di sekeliling taman nasional telah lama merawat kebun hutan, yang kaya dengan pohon buah-buahan seperti durian, nangka dan jambu air, dan hutan damar (Agathis damara), yang digunakan untuk produksi resin yang berkelanjutan untuk bahan bakar.
Kebun-kebun hutan ini tersebar sebagian besar di hutan sekunder tua (hutan yang telah tumbuh kembali setelah melewati gangguan besar seperti pertanian) dan dikelola cukup ekstensif oleh penduduk desa. Hutan damar tersebar sebagai gugusan di hutan sekunder dan hutan primer yang sudah tua.